Prosesi Upacara Adat Tulude Bakal Diterjemahkan Dalam Bahasa Inggris dan Cina

Drs. Pontowuisang Kakauhe (tengah/kemeja putih), saat diskusi persiapan pelaksanaan Upacara Adat Tulude bersama tokoh-tokoh Nusa Utara, beberapa waktu lalu

Manado, Fajarmanado.com – Pelaksanaan Upacara Adat Tulude di Manado tahun 2019 yang dikenal sebagai Kota Paling Toleransi, dihuni oleh masyarakat multi etnis dan agama, adalah bagian dari upaya meluruskan budaya masyarakat Nusa Utara yang mulai terjadi pergesaran makna hakiki.

Hal ini dikatakan oleh Sekretaris Panitia Upacara Adat Tulude Kota Manado Drs. Pontowuisang Kakauhe, yang juga menjabat sebagai Kabid Pembudayaan Olahraga Dinas Pemuda dan Olahraga Kota Manado, Kamis (24/1/2019), kepada awak media.

“Pelaksanaan Tulude dalam tiga tahun terakhir ini mulai terkikis makna hakikinya, sudah menjadi tanggungjawab bersama semua elemen masyarakat Nusa Utara, termasuk pihak Pemerintah, untuk meluruskan serta mengembalikan prosesi Upacara Adat Tulude. Ada banyak hal yang harus diluruskan salah satunya adalah; Tulude bukan Pesta Adat, akan tetapi Upacara Adat,” jelas Pontowuisang Kakauhe.

Dilanjutkannya, oleh karena Tulude adalah Upacara Adat, maka sudah seharusnya dipersiapkan dengan sebaik-baiknya, mulai dari persiapan awal, pembuatan Kue Tamo sampai dengan prosesi Adat pada hari ‘H’. Khusus untuk kue Tamo, orang yang akan membuat harus bersih (tidak melakukan hal-hal yang dilarang oleh Adat). Sebelum membuat kue Tamo, orang tersebut bahkan harus berpuasa (menyucikan diri) mendekat diri dengan sang Pencipta, jika salah buat kue tersebut akan rubuh.

“Jadi tidak sembarang kita malaksanakan Upacara Adat Tulude, jika kue Tamo salah dibuat akan rubuh. Orang yang akan mengatur prosesi Upacara Adat sampai dengan yang dipercayakan untuk memotong Kue Tamo, bukan sembarang orang ditunjuk, akan tetapi orang yang mempersiapkan diri dengan baik sesuai dengan Adat Nusa Utara,” ujar Pontowuisang.

“Memang diakui bahwa sampai saat ini belum ada literatur baku terkait Upacara Adat Tulude, akan tetapi berdasarkan kisah tuturan turun temurun yang mengakar dalam budaya Nusa Utara, dan juga dihimpun dari berbagai sumber yang meneliti serta menggali sejarahnya, Upacara Adat Tulude memiliki peran yang sangat strategis dalam perjalanan sejarah Sangihe sebagai kerajaan (pada waktu itu), sampai saat ini,” sambungnya.

Dijelaskannya, simbol kuat kue Tamo adalah persatuan, sebab tanpa persatuan Upacara Adat Tulude tidak memiliki makna apa-apa. Hal ini terlihat dari simbol yang ada pada kue Tamo, dan diatasnya ada sebutir telur yang melambangkan kehidupan yang baru.

“Upacara Adat Tulude bukan hanya milik satu golongan agama saja, akan tetapi milik Adat. Artinya miliki semua golongan agama serta masyarakat. Dan Upacara Adat Tulude bukan penolak Bala, akan tetapi sebuah prosesi Adat masyarakat Nusa Utara yang mengakui kekuasaan ‘Ghenggonalangi Duatang Saruluang’, sang pemilik kehidupan umat manusia,” ungkap Kakauhe.

“Prosesi Upacara Adat Tulude yang memilki makna;
1. Mensyukuri penyertaan Tuhan selang setahun yang lalu.
2. Mengintrospeksi diri terkait kelalaian, kesalahan, dan pergumulan selang setahun yang telah berlalu, sambil memohon pengampunan Tuhan,
3. Meminta penyertaan Tuhan untuk perjalanan satu tahun kedepan.
Direncanakan akan diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, Inggris, dan Cina,” pungkasnya.

 

Penulis: Jones Mamitoho

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *