Banyak Kasus Pungli, Suak: Saber Pungli Sulut Masih ‘Macan Ompong’

Banyak Kasus Pungli, Suak: Saber Pungli Sulut Masih ‘Macan Ompong’
Emil Suak, SE
Manado, Fajarmanado,com – Eksistensi tim sapu bersih punggutan liar (Saber Pungli) di Provinsi Sulawesi Utara (Sulut), dinilai patut dipertanyakan karena masih terkesan ‘macan ompong’. Banyak peristiwa pungli dan korupsi yang masih berlangsung di daerah ini namun baru segelintir yang ditangkap dan dijerat.

“Kabar yang saya dengar, jangankan Saber Pungli di daerah ini, laporan yang disampaikan langsung kepada tim Saber Pungli nasional pun, belum mendapat reaksi dengan melakukan langkah nyata,” ujar  Emil, Suak, SE kepada Fajarmanado.com di Manado, Minggu (18/12)

Ada berbagai sinyalemen pungli yang ramai beredar di masyarakat Sulut selama ini. Mulai dari permintaan biaya administrasi di desa dan kelurahan, menyetor dana pendidikan sampai pada penanganan proyek infrastruktur pemerintah dan proses penerbitan sertifikat Prona.

“Saya mendapat pengeluhan, sertifikat Prona dimintai biaya sampai 1,2 juta (rupiah). Sudah dilaporkan melalui situs Saber Pungli nasional sejak bulan lalu, tapi tidak ada juga follow up juga sampai saat ini,” kata pemerhati sosial dan politik ini.

Suak pun mengaku pesimis bila Saber Pungli bisa merambah sampai tingkat kecamatan, apalagi masuk ke desa dan kelurahan. Selain pembebanan administrasi surat di kelurahan, di tingkat kecamatan dan desa pun, yang notabene telah mendapat alokasi anggaran, masih ada praktek yang terkesan beraroma pungli dan atau korupsi.

Dana kelurahan, misalnya. Kata Suak, banyak yang tidak direalisasikan sesuai plafon yang dialokasikan. Bahkan, realisasinya hanya ditentukan sepihak oleh pihak kecamatan selaku SKPD, bukan keinginan pemerintah kelurahan dan masyarakat melalui forum Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM).

Begitu pun dengan alokasi dana desa (ADD) dan dana desa (Dandes). Katanya, santer disebut-sebut banyak yang mengalahi mekanisme dan aturan. Bahkan disinyalir menjadi proyek oknum tertentu di BPMPD (Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Desa) setempat dengan dalih pelatihan dan peningkatan kapasitas aparat desa.

Selain itu, praktek pungli juga diduga masih berlangsung di pasar-pasar dan terminal. “Penagihan retribusi pasar dan TPR (Tempat Parkir Retribusi) terminal banyak yang tidak lagi mengacu pada Perda dan disertai dengan bukti berupa karcis,” jelas pria yang dikenal kritis ini.

Begitupun dengan dana operasional sekolah (BOS). Suak mengatakan, masih juga dilaporkan amat kental dengan permintaan menyetor sejumlah uang kepada oknum pejabat unit pelaksana teknis (UPT) kecamatan.

Permintaan itu, katanya, relatif sama di semua sekolah, yakni berkisar 5 sampai 10 persen dari nilai dana BOS yang cair setiap triwulan.

“Saya juga mendengar, ada kepala sekolah diganti dengan nota dinas UPT hanya karena diduga tidak memenuhi permintaan menyetor kembali sebagian dana BOS. Lebih tidak manusiawi lagi, oknum kepala sekolah yang diganti itu ditugaskan sebagai guru bantu di sekolah itu sendiri,” imbuhnya.

Kebijakan emosional ini, katanya,oleh komite sekolah sempat dimintai pertimbangan Kadis Diknas. Jawaban oknum kadis, akan disampaikan kepada Kabid Taman Kanak-kanan dan Sekolah Dasar (TK-SD), bawahannya. Namun selang setahun berlalu, mantan Kepsek itu tetap mengajar sebagai guru bantu di bekas sekolah yang dipimpinnya tersebut.

“Jadi berdasarkan keluhan yang saya dengar, Saber Pungli yang diharapkan melakukan penyelidikan lebih lanjut soal dugaan korupsi di daerah ini belum banyak beraksi dan terkesan dibentuk masih sebagai slogan atau hanya untuk menyenangkan atasan, terlebih Presiden Jokowi yang sangat serius membumihaguskan praktek pungli di tanah air,” kata Suak.

Di sisi lain, ia menilai kesadaran masyarakat untuk mengikuti aturan baku masih harus ditingkatkan. Persoalannya, terkadang masyarakat sendiri yang menawarkan pemberian uang sebagai imbal jasa agar kebutuhan administrasinya diproses petugas pelayanan publik.

“Bagaimana pemohon perpanjangan STNK kendaraannya yang belum dibaliknama. Dia diwajibkan melampirkan fotokopi KTP orang yang ada dalam STNK itu padahal orangnya mungkin sudah meninggal atau tidak tahu lagi alamat domisilinya. Ya, jadinya, itu tadi, dia menawarkan imbal jasa asalkan STNKnya bisa diperpanjang saat itu juga,” papar Suak.

(ely)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *