Tondano, Fajarmanado.com – Gong tahapan Pilkada 2018 di tanah air baru akan ditabuh 14 Juni 2017 mendatang. Namun, ada oknum yang dinilai berambisi merebut kursi panas salahsatu dari enam kabupaten kota Kabupaten di Provinsi Sulawesi Utara (Sulut), yang diagendakan menggelar Pilkada 2018 dinilai mencuri start. Ironisnya, oknum ketua salahsatu partai politik itu menebar formulir dukungan.
“Tidak tahu peris, apakah formulir dukungan itu dibuat sebagai salahsatu syarat diusung partainya atau akan digunakan untuk mencalonkandiri melalui jalur independen atau perseorangan, kami tidak tahu,” ujar salahsatu kepala lingkungan di Kecamatan Kawangkoan, Minahasa kepada Fajarmanado.com, Selasa (06/06/2017).
Ada dua jenis dukungan yang disebar melalui pemerintah desa dan kelurahan sejak pekan lalu. Satu berupa surat pernyataan dukungan calon perseorangan model B1.1-KWK, yang diisi oleh masing-masing warga pemilih, lainnya hanya berupa daftar nama dukungan lengkap dengan kolom tanda tangan. “Karena nama saya sudah ditulis tangan oleh aparat kelurahan, saya tinggal tanda tangan saja,” ujarnya.
Yang mencolok adalah formulir calon perseorangan model B1.1 KWK yang biasanya hanya dikeluarkan oleh Komisi Pemilihan Umum ((KPU). Kop formulir yang diketik berjudul; Pernyataan Dukungan Perseorangan Dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur/Bupati dan Wakil Bupati/Walikota dan Wakil Walikota. Selain kolom nama dan alamat pendukung, nama calon Wakil GubernurWakil Bupati/Wakil Walikota masih kosong, sementara calon Gubernur/Bupati/Walikota sudah ditulis dengan tangan dengan nama lengkap, yang berinisial Drs JWS MSi.
Keterangan yang berhasil dirangkum Fajarmanado.com menyebutkan, formulir tersebut disebarkan oleh para Camat, Lurah, Kumtua, Kepala Sekolah, dan bahkan pejabat teras di lingkup Pemerintah Kabupaten Minahasa. Penyebarannya dibagi dan dikumpulkan dalam beberapa wilayah.
“Formulir itu sudah dikumpulkan tadi. Khusus di enam kecamatan di wilayah DOB Minteng, yakni Kawangkoan raya, Tompaso raya dan Kecamatan Sonder dikumpulkan dalam pertemuan khusus di Desa Kayuuwi, siang tadi yang dikoordinasi camat masing-masing,” ujar sumber.
Sementara itu, sejumlah perangkat desa dan kelurahan mengaku bahwa mereka medapat tugas dari Kumtua dan Lurah untuk menjalankan formulir dan daftar dukungan tersebut kepada masyarakat. Mereka mengaku terpaksa menjalankannya karena ada kalimat yang berbau intimidasi dalam surat dukungan tersebut.
Masyarakat pun menyatakan kecewa dengan sikap perangkat desan yang menjalankan formulir dukungan tersebut karena disertai dengan intimidasi. Youdi, lelaki yang berprofesi sebagai petani di wilayah Kecamatan Kombi, mengatakan, semua menolak mendandatanganinya karena tidak sesuai dengan hati nuraninya.Akan tetapi, penolakan itu dijawab dengan kalimat berbau ancaman, yakni jangan mencari pemerintah desa apabila berniat mengurus administrasi.
“Saya ini memang orang miskin. Tapi walaupun miskin, harga diri kami jangan diinjak-injak seperti ini, jangan dipaksa-paksa,” ketus pria paruh baya ini.
Pengamat politik Herry Plangiten menilai, praktik seperti itu adalah gaya orde baru, yang merupakan cerminan kegelisahan dari oknum yang aparat pemerintah yang haus akan kekuasaan. Menurutnya, jika memang benar yang memerintahkan menyebarkan formulir itu adalah oknum elit pemerintahan, ini merupakan pertanda dia adalah orang yang takut kehilangan kekuasaan.
“Kalau yang menjadi kaki tangan menyebarkan formulir terebut adalah oknum-oknum di jajaran pemerintahan, sudah bisa ditebak siapa dalangnya. Di luar etis tidak etis, para oknum jajaran pemerintahan itu seharusnya menolak dengan berbagai cara karena dalam UUNomor 23 tahun 2016sudah jelas apa yang menjadi sanksi bagi mereka,” ujar Plangiten.
Ia mengatakan, praktik semacam ini praktis sudah merusah tatanan demokrasi di Minahasa. “Inilah susahnya kalau kepala daerah adalah pimpinan partai. Namanya politik, semua cara bisa saja mereka halalkan, apalagi saat ini belum masuk dalam tahapan Pilkada,” ketusnya.
Yang pasti, lanjut dia, apabila gebrakan ini sengaja dilakukan kepala daerah yang juga pimpinan partai, bisa dipastikan jika posisinya telah terancam tidak akan diusung partainya sendiri sehingga menggunakan posisinya sebagai kepala pemerintahan untuk memanfaatkan jaringan atau bawahannya untuk memuluskan ambisi politiknya.
“Bagi saya, langkah seperti ini adalah kebablasan. Kalau benar dilakukan kepala daerah di daerah kita ini, saya kira dukungan administrasi yang terkumpul, sekalipun melebihi target, tidak akan efektif nantinya karena masa jabatan bupati dan wakil bupati Minahasa saat ini berakhir sekitar tiga bulan sebelum pemilihan, belum lagi jika harus mundur enam bulan sebelum pemilihan. Jadi tidak ada power lagi sampai pelantikan bupati dan wakil bupati terpilih,” papar Plangiten.
Menurutnya, calon pemenang Pilkada Minahasa 2018 adalah pasangan yang diusung oleh dua partai peraih kursi terbanyak di DPRD Minahasa sekarang ini, yakni Partai Golkar atau PDIP. Peluang partai lainnya sangat kecil.
Ia pun mencontohkan waktu Pilkada Minahasa tahun 2012 silam. Waktu itu, selain ke dua partai besar ini, ada calon poluler lainnya yang diusung koalisi partai lain, yakni Hangky Arther Gerungan (HAG) dan Recky J Montong (RJM).
“HAG dan RJM itu adalah figur yang sudah dikenal oleh masyarakat Minahasa, yang dikabarkan didukung dengan finansial yang kuat. “Buktinya, perolehan suara mereka di bawah pasangan calon yang diusung PDIP dan Golkar,” tukas Plangiten.
Untuk diketahui, pencalonan telah diatur dalam Undang – Undang (UU) nomor 10 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU nomor 1 tahun 2015 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti UU nomor 1 tahun 2014 tentang pemilihan gubernur, bupati, dan walikota menjadi UU.
Terkait dengan Calon Perseorangan lebih jelas diatur dalam Pasal 41. Pada ayat 2 mengatakan Calon perseorangan dapat mendaftarkan diri sebagai Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota jika memenuhi syarat dukungan jumlah penduduk yang mempunyai hak pilih dan termuat dalam daftar pemilih tetap di daerah bersangkutan pada pemilihan umum atau Pemilihan sebelumnya yang paling akhir di daerah bersangkutan.
ULebih jauh diuraikan, untuk kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap sampai dengan 250 ribu jiwa, harus didukung paling sedikit 10 persen, sementara 250 ribu sampai dengan 500 ribu jiwa harus didukung paling sedikit 8,5 persen dan 500 ribu sampai 1 Juta harus didukung paling sedikit 7,5 persen, sedangkan bila lebih dari 1 Juta jiwa harus didukung paling sedikit 6,5 persen. Dukungannya pun harus tersebar di lebih dari 50 persen jumlah kecamatan di kabupaten/kota bersangkutan.
(fis/ely)