Rakor P3A di Manado, Polri Beber Penyebab Human Trafficking

Rakor P3A di Manado, Polri Beber Penyebab Human Trafficking
Dirpidum Bareskrim Polri Brigjen Pol Herry Nahak saat memberikan materi Human Trafficking, Crime Againts Humanity dan Radikalisme pada Rakornas Bidang Perlindungan Hak Perempuan, yang digelar Kementerian P3A di Hotel Fourpoint Mantos, Manado, Sabtu (08/07/2017).
Manado, Fajarmanado,com – Direktur Tindak Pidana Umum (Dirpidum) Bareskrim Polri Brigjen Pol Herry Nahak membeberkan berbagai penyebab terjadinya human trafficking yang masih menjadi momok di tanah air.

Nahak mengatakan, hasil penelitian PTIK tahun 2010 -2011 mengungkapkan bahwa penyebab terjadinya tindak pidana perdagangan orang (TTPO) selama ini.

Faktor-fakor penyebab itu, antara lain, kemiskinan dan kurangnya kesempatan kerja, keinginan hidup layak tapi mempunyai kemampuan yang minim, kehidupan yang konsumtif, pengaruh budaya patriarki, adat menikah usia muda dan gagal, diskriminasi sosial, korupsi di pemerintahan, ketidakstabilan politik, konflik bersenjata, bisnis menguntungkan dan pelaku kejahatan yang terorganisir dan kurang tegasnya hukuman bagi pelaku TPPO.

Hal tersebut disampaikan Nahak, mewakili Kapolri Jenderal Tito Karnavian pada Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Bidang Perlindungan Hak Perempuan, yang digelar Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI, di Hotel Fourpoint Mantos, Manado, Sabtu (08/07/2017).

Mengangkat topik tentang Human Trafficking, Crime Againts Humanity dan Radikalisme, Nahak menjelaskan, data Kemenlu AS menyebut secara global sekitar 600 ribu hingga 850 ribu laki-laki, perempuan dan anak-anak yang menjadi korban TPPO atau Human Trafficking lintas negara.

“70 persen yang menjadi korban adalah perempuan. Mayoritas korban diperdagangkan untuk aktivitas seksual komersil,” ungkapnya.

Sementara di Kawasan Asia Tenggara, lanjut dia, sekitar 300 ribu anak menjadi korban perdagangan seks dan pekerja paksa di luar batas, tanpa digaji.

Di Indonesia, tahun 2011 hingga 2017, Bareskrim Polri melakukan penyidikan 735 kasus dengan tersangka sejumlah 1013 orang dan korban mencapai 1061 orang.

“Untuk menanggulangi permasalahan TPPO, Polri selaku Kepala Sub Gugus Tugas Gakkum telah menindaklanjuti dengan mengambil langkah berupa pembentukan unit khusus penanganan TPPO di tingkat Mabes, Polda, Polres dan Polsek,” ujarnya.

Pembentukan gugus tugas tersebut, katanya, disertai dengan penyiapan tenaga penyidik dan penyidik pembantu. “Mereka diberikan pelatihan khusus, bekerja sama dengan kementerian/lembaga terkait, pembentukan satuan tugas serta pelaksanaan operasi khusus dalam penegakkan hukum terhadap TPPO,” jelasnya.

Sementara itu, Menteri P3A Prof  Dr Yohana Susana Yembise Dip.Apling ,MA,  mengatakan, Rakornas ini sebagai langkah konkrit dalam menyukseskan Nawacita, khususnya membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah desa dalam kerangka NKRI, dan untuk memperkuat kehadiran Negara di mana didalamnya menjamin kepastian hukum dan perlindungan perempuan, anak dan kelompok marginal.

“Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak sekarang fokusnya ke kawasan Indonesia Timur, dan acara seperti ini cukup strategis untuk membangun sinergitas antara pemerintah pusat dan yang ada di daerah,” jelasnya ketika membuka acara tersebut.

Rakornas yang diikuti oleh Dinas PPPA dan perwakilan kaum perempuan dari kawasan Indonesia Timur dengan jumlah peserta kurang lebih 650 orang ini, dijadwalkan akan berlangsung selama 2 hari dan berakhir hingga Senin (10/07/2017), besok.

Penulis/Editor : Herly Umbas

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *