Para Pakar Apresiasi BULD DPD RI Seriusi Golkan UU Masyarakat Adat

Jakarta, Fajarmanado.com–Para pakar mengapresiasi BULD DPD RI yang sangat serius menggolkan penerbitan undang-undang tentang masyarakat adat yang tak kunjung ditetapkan hampir satu setengah dekade ini.

Apresiasi disampaikan kepada BULD DPD RI karena menjadikan masyarakat adat sebagai sasaran pemantauan dan evaluasi DPD RI terhadap ranperda dan perda.

Dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) BULD DPD RI bersama sejumlah stakeholder terkait, Deputi Bidang Politik dan Hukum Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Erasmus Cahyadi, Peneliti Pusat Kajian Hukum Adat Djojodigoeno Universitas Gadjah Mada (UGM) Sartika Intaning Pradhani, dan Ketua Asosiasi Pengajar Hukum Adat (APHA) Dominikus Rato (Fakultas Hukum Universitas Jember) senada menyatakan sangat senang dengan perhatian BPUD DPD RI yang sangat serius menggali aspirasi dan memperjuangkan terbitnya undang-undang masyarakat adat.

“Kami senang sekali dengan adanya pembahasan ini, karena RUU Masyarakat Adat sudah dalam daftar Prolegnas sejak tahun 2010 tetapi belum dibahas. Semoga ini bisa mendorong segera ditetapkannya RUU Masyarakat Adat,” kata Erasmus Cahyadi saat RDPU di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 3 Maret 3025 lalu.

Penilaian senada juga disampaikan oleh Yando Zakaria (Peneliti Pusat Kajian Etnografi Masyarakat Adat dan Lingkar Pembaruan Desa dan Agraria) dan Joeni Arianto Kurniawan (Direktur Center for Legal Pluralism Studies, Fakultas Hukum Universitas Airlangga) pada sesi siang di hari yang sama.

Diskusi yang dipimpin Ketua BULD DPD RI, Ir. Stefanus BAN Liow, MAP tersebut, mengerucut pada perlunya kehadiran sebuah undang-undang untuk memberikan pengakuan dan pelindungan kepada masyarakat adat, sebagai payung hukum bagi daerah untuk menyusun perda.

Perda yang dimaksud adalah perda untuk memberdayakan dan memberikan penguatan kapasitas masyarakat adat.

“Perda fungsinya untuk mengatur integrasi partisipasi masyarakat hukum adat dalam sistem pemerintahan daerah di wilayah setempat,” kata Joeni Arianto Kurniawan.

Terkait pengakuan atau eksistensinya, Kurniawan menyarankan jangan dalam bentuk perda karena perda adalah produk politik.

“Sebaiknya dilakukan melalui mekanisme pendaftaran, karena perlindungan hukumnya akan lebih jelas,” ujarnya memberi usul.

Diskusi berlangsung menarik. Apalagi, dua pendamping Stefanus Liow, senator asal Sulawesi Utara ini, Wakil Ketua BULD DPD RI, yaitu Abdul Hamid (senator asal Riau), dan Marthin Billa (senator asal Kalimantan Utara) juga sangat aktif mengarahkan para peserta.

Bahkan, sejumlah senator turut mempertajam diskusi. Mereka di antaranya, Darmansyah Husein (Kepulauan Bangka Belitung), Ni Luh Putu Ary Pertami Djelantik (Bali), Syarif Melvin (Kalimantan Barat), dan Agustinus R Kambuaya (Papua Barat Daya).

Senator Stefa Liow, sapaan akrab Ketua BULD DPD RI ini menyampaikan melakukan pemantauan dan evaluasi ranperda dan perda terkait masyarakat hukum adat.

Sikap dan langkah ini dilakulan atas keprihatinan karena banyak masyarakat hukum adat yang masih eksis di banyak daerah namun tidak tersentuh oleh regulasi mengenai pelindungan dan pemberdayaan adat istiadat yang berusaha dilestarikan.

 

[**heru]

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *