Ambon, Fajarmanado.com — Heboh aktivitas tambang ilegal di Ohoi Nerong, Pulau Kei Besar, Kabupaten Maluku Tenggara (Malteng) memicu reaksi keras Komisi II DPRD Provinsi Maluku.
Anggota Komisi II DPRD Maluku, Suleman Letsoin secara tegas menyatakan penolakan terhadap aktivitas pertambangan oleh PT Batu Licin di Ohoi Nerong, Pulau Kei Besar tersebut.
Ia mengungkapkan PT Batu Licin, perusahaan pengelola tambang di di Kei Besar ini belum memiliki dokumen wajib seperti AMDAL dan Izin Usaha Pertambangan (IUP).
Bukan hanya tak didukung dengan izin pertambangan, ia menegaskan, aktivitas PT Batu Licin tidak hanya ilegal, tetapi juga mengancam kelestarian lingkungan dan masa depan masyarakat Pulau Kei Besar.
“Kami menolak keberadaan PT Batu Licin yang sedang beroperasi di Kei Besar karena mereka tidak memiliki AMDAL dan IUP,” ujarnya di Gedung DPRD Maluku, Karang Panjang, Ambon, Jumat, 13 Juni 2025.
Letsoin menjelaskan bahwa saat inspeksi lapangan, pihak perusahaan mengakui belum memiliki dokumen perizinan resmi.
Manajemen PT Batu Licin hanya mengklaim memiliki kontrak 15 tahun dengan masyarakat lokal. “Ini tidak cukup menjadi dasar hukum,” tandasnya.
“Kami sangat khawatir eksploitasi jangka panjang tanpa kajian ilmiah akan merusak ekosistem. Lihat saja kasus Nauru yang rusak karena pertambangan tak terkendali,” sambung dia menandaskan.
Selain itu, DPRD juga menyoroti tidak transparannya tujuan distribusi material tambang.
Pihak perusahaan menyebut, katanya, batuan tersebut untuk mendukung program food estate di Papua Selatan, namun tidak ada bukti yang bisa diverifikasi.
“Sampai sekarang tidak ada data faktual bahwa batu dari Kei Besar digunakan untuk proyek strategis nasional. Semua masih asumsi,” tegas Letsoin.
DPRD mendesak agar aktivitas pertambangan dihentikan hingga dilakukan kajian akademis yang mendalam.
Letsoin menyebut perlunya pelibatan ilmuwan dan ahli lingkungan untuk mengetahui potensi sumber daya dan dampaknya.
“Apakah itu hanya batu biasa atau mengandung mineral penting lain? Harus ada kajian objektif dan menyeluruh,” ujarnya.
Menurutnya, Kepulauan Kei terlalu berharga untuk dikorbankan demi kepentingan jangka pendek.
“Jika aktivitas pertambangan tidak menjaga kelestarian lingkungan, maka harus dihentikan. Kita tidak bisa korbankan pulau kita,” tegasnya.
Komisi II berencana menggelar pertemuan lanjutan dengan Dinas Lingkungan Hidup dan Dinas ESDM Maluku untuk mendalami legalitas dan dampak aktivitas tambang PT Batu Licin.
“Kami akan lanjutkan pertemuan untuk memastikan kegiatan ini dihentikan secara hukum,” kata Suleman.
DPRD Maluku juga akan menyampaikan hasil pengawasan dan sikap resmi ini ke Komisi VII DPR RI sebagai bagian dari pengawasan terhadap industri tambang nasional.
“Saya akan sampaikan langsung ke Komisi VII DPR RI. Kei Besar tak boleh hancur karena kelalaian birokrasi dan kerakusan investasi,” pungkasnya.
Penolakan DPRD Maluku ini bukan bentuk penolakan investasi, tetapi komitmen untuk menjaga keberlanjutan lingkungan dan melindungi hak masyarakat adat di Kepulauan Kei.
[ketty mailoa]