Manado, Fajarmanado.com– – Sidang perkara korupsi dana Tunjangan Pendapatan Aparatur Pemerintahan Desa (TPAPD) Bolaang Mongondow (Bolmong) Tahun Anggaran 2010, dengan terdakwa MMS alias Marlina, Kamis (29/09), ditunda lagi di Pengadilan Tipidkor Manado.
Pasalnya salah satu majelis hakim anggota yakni Hakim Arkanu dikabarkan sakit dan sedang di opname di RS surabaya. Hal itu sebagaimana yang dikatakan oleh majelis hakim ketua Vincentius Banar kepada awak media. “Sidang MMS ditunda. Karena pak Arkanu sekarang lagi di rumah sakit, di opname di Surabaya” beber Banar.
Adapun agenda sidang kemarin adalah putusan sla dari majelis hakim. Sebelumnya hakim telah beri kesempatan kepada jaksa penuntut Umum (JPU) untuk menanggapi eksepsi alias nota keberatan yang diajukan Penasehat Hukum (PH) terdakwa.
Melalui tanggapan tersebut eksepsi yang dilayangkan PH terdakwa ikut dipatahkan tim JPU, beranggotakan lima personil, masing-masing Lukman Efendy SH MH, Budi Paskah Yanti SH MH, Stefi Sandra Tahitu SH MH, Da’wan Manggalupang SH dan Andreas Atmaji SH.
Dua point keberatan eksepsi PH terdakwa, yakni hal pengjunctoan dalam dakwaan, serta penyertaan (deelneming) dengan dakwaan Primair dan Subsidair. Dinilai tim JPU sangat tidak mendasar untuk mempersoalkan dakwaan yang JPU ajukan.
“Bahwa yang menjadi keberatan Penasehat Hukum adalah pengjunctoan dengan pasal 64 ayat 1 KUHP. Seharusnya menurut Penasehat Hukum terdakwa, dalam dakwaan Primair dan dakwaan Subsidair bukan dijunctokan dengan pasal 64 ayat 1 KUHP tetapi Pasal 65 KUHP. Bahwa karena terdakwa melakukan perbuatan menerima/mengambil dana (TPAPD) sebanyak lebih dari satu kali yaitu dua kali, maka perbuatan terdakwa merupakan kejahatan yang dilakukan secara berlanjut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat 1 KUHP,” jelas Efendy, saat membacakan alasan tim JPU menggunakan pasal tersebut dalam dakwaan.
Selanjutnya, tim JPU juga menjelaskan mengapa dalam dakwaan kedua mereka menjerat pidana MMS dengan menjunctokan Pasal 55 ayat 1 KUHP.
“Karena sudah tidak didakwa lagi dengan Undang-Undang tentang Tindak Pidana Pencucian Uang,” lanjut JPU.
Setelah menjelaskan secara rinci mengenai penggunaan pasal yang dikenakan untuk menjerat pidana MMS, tim JPU juga minta Majelis Hakim agar dapat melanjutkan persidangan ini masuk dalam pemeriksaan perkara.
“Surat dakwaan dalam perkara ini sudah disusun secara cermat, jelas dan lengkap sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Keberatan eksepsi Penasehat Hukum terdakwa tidak ditopang dengan dasar hukum dan argumentasi meyakinkan. Keberatan dari Penasehat Hukum terdakwa telah menjangkau materi perkara yang menjadi objek pemeriksaan di persidangan. Oleh karena itu, kami Jaksa Penuntut Umum memohon agar Majelis Hakim mengadili dan memeriksa perkara ini,” pungkas JPU.
Usai mendengarkan tanggapan JPU atas eksepsi PH terdakwa, Majelis Hakim kembali menunda jalannya persidangan dan mengagendakan sidang berikutnya masuk pada putusan sela.
Seperti diketahui, Selasa (06/09) lalu, pihak PH terdakwa telah mengajukan eksepsi atas dakwaan yang dilayangkan JPU. Dimana, inti eksepsi menjelaskan kalau penggunaan pasal telah menjadi bahan keberatan PH terdakwa. Namun, keberatan tersebut, dipandang JPU tidak mendasar.
Dalam sidang dakwaan lalu, telah diketahui pula kalau MMS telah dijerat pidana JPU dengan bersandar pada pasal 2 ayat (1), jo pasal 18, jo pasal 55 ayat 1 ke-1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU RI No 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No 31 tahun 1999, jo pasal 64 ayat 1 KUHPidana.
Pasalnya, MMS sewaktu menjabat Bupati Bolmong, dituding telah melakukan aksi korupsi dana TPAPD Triwulan II dan Triwulan III, dengan modus pinjam. “Bahwa setelah terdakwa menerima dana Tunjangan Pendapatan Aparatur Pemerintahan Desa (TPAPD) triwulan II Tahun Anggaran 2010 sebesar Rp1 miliar. Terdakwa lalu memerintahkan Mursid Potabuga, membuat Surat Pernyataan Peminjaman Dana sebesar Rp1 miliar atas nama Suharjo Makalalag. Seolah-olah Makalalag selaku pihak peminjam dana sesuai pembicaraan pada hari sebelumnya antara terdakwa Marlina dengan saksi Makalalag melalui telpon tanggal 8 Juni 2010. Padahal, dana TPAPD sebesar Rp1 miliar telah diterima terdakwa,” papar JPU, saat sidang dakwaan. Akibat perbuatan tersebut, negara harus mengalami kerugian hingga mencapai angka miliar rupiah. (van)